JAKARTA - Indonesia hadir di COP30 di Belem, Brasil, bukan hanya sebagai penonton, melainkan sebagai penggerak yang aktif membangun kemitraan global.
Kehadiran Indonesia juga bertujuan memperluas akses pasar karbon sekaligus menegaskan komitmen dalam aksi iklim internasional.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH), Hanif Faisol Nurofiq, menekankan, “Indonesia datang ke Belem bukan sebagai penonton, melainkan penggerak, membawa regulasi, kemitraan, dan target yang terukur.”
Momen COP30 kali ini juga menandai sepuluh tahun lahirnya Persetujuan Paris. Meski telah terjadi kemajuan dalam aksi iklim global, dunia masih belum berada di jalur yang cukup untuk membatasi kenaikan suhu hingga 1,5 derajat Celcius.
Dalam konteks ini, Indonesia tetap konsisten memperbarui janji pengurangan emisi dan memimpin transisi energi yang adil serta berkelanjutan.
Pembaruan Komitmen Emisi Nasional
Menjelang COP30, Indonesia telah merampungkan Second Nationally Determined Contribution (SNDC) pada akhir Oktober 2025. SNDC terbaru ini menetapkan puncak emisi 2030 lebih rendah dibanding skenario sebelumnya.
Hanif menjelaskan, dalam SNDC terdapat dua skenario Low Carbon Compatible with Paris Agreement (LCCP) yang menargetkan penurunan emisi 8 hingga 17,5 persen. Langkah ini menjadi bagian dari strategi Indonesia menuju Indonesia Emas 2045.
Pembaruan SNDC menegaskan bahwa Indonesia tidak hanya fokus pada angka pengurangan emisi, tetapi juga memperkuat kebijakan domestik untuk membangun fondasi ekonomi hijau yang kompetitif.
Menteri Hanif optimistis bahwa regulasi terbaru, termasuk Peraturan Presiden 1 Nomor 110 Tahun 2025 tentang Nilai Ekonomi Karbon, akan memperkuat posisi Indonesia di pasar karbon global.
Diplomasi Karbon dan Perdagangan Karbon
Utusan Khusus Presiden RI Bidang Iklim dan Energi, Hashim Sumitro Djojohadikusumo, menekankan pentingnya kerja sama internasional dalam memperluas akses pasar karbon. Menurutnya, diplomasi karbon dan perdagangan karbon lintas sektor menjadi strategi utama untuk memperkuat kredibilitas unit karbon nasional.
“Melalui diplomasi karbon dan perdagangan karbon lintas sektor, Indonesia berupaya untuk memperluas akses pasar global dan memperkuat kredibilitas unit karbon nasional. Sebagai bagian dari upaya ini, kami telah menjalin Mutual Recognition Agreements (MRA) dengan mitra global seperti Jepang, Gold Standard, dan Verra,” ujarnya.
Paviliun Indonesia: Platform Kolaborasi Global
Paviliun Indonesia di COP30 mengusung tema Accelerating Substantial Actions of Net Zero Achievements through Indonesia High Integrity Carbon.
Paviliun ini tidak hanya menjadi sarana soft diplomacy, tetapi juga platform untuk mempertemukan pembuat kebijakan, pelaku pasar karbon, serta investor global. Tujuannya adalah membangun ekosistem perdagangan karbon yang sehat, transparan, dan berkelanjutan.
Dengan platform ini, Indonesia menegaskan perannya sebagai pelopor dalam implementasi perdagangan karbon internasional dan penguatan sistem ekonomi hijau domestik. Paviliun ini juga menjadi ruang diskusi strategis bagi negara-negara lain untuk saling berbagi praktik terbaik dalam mitigasi perubahan iklim.
Fokus pada Transisi Energi dan Aksi Konkret
Dalam kesempatan rapat koordinasi akhir jelang COP30, Menteri Hanif menekankan bahwa Indonesia terus memperbarui target dan strategi aksi iklim nasional.
Pemerintah menempatkan transisi energi yang adil dan berkelanjutan sebagai prioritas, dengan tetap memperhatikan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Hanif menambahkan, keberhasilan Indonesia dalam COP30 juga akan bergantung pada integrasi antara regulasi domestik dan kemitraan internasional.
Dengan kombinasi kebijakan yang kuat, diplomasi karbon, dan perdagangan karbon, Indonesia berharap dapat menjadi contoh bagi negara-negara berkembang lain dalam menghadapi tantangan iklim global.
Optimisme dan Sinergi Internasional
Kehadiran Indonesia sebagai penggerak di COP30 mencerminkan optimisme pemerintah dalam menghadapi perubahan iklim.
Dukungan dari regulasi baru, unit karbon nasional, serta kemitraan global diharapkan akan memperkuat posisi Indonesia di pasar karbon. Hal ini sekaligus menjadi bukti nyata bahwa diplomasi lingkungan dan ekonomi hijau dapat berjalan beriringan.
Selain itu, strategi ini juga menekankan kolaborasi lintas sektor, baik pemerintah, swasta, maupun masyarakat sipil, sehingga program pengurangan emisi lebih efektif dan inklusif. Pendekatan ini membantu Indonesia tidak hanya mencapai target domestik, tetapi juga memperkuat peran di forum global.
Indonesia Menuju Kepemimpinan Aksi Iklim
Keseluruhan langkah Indonesia di COP30 menunjukkan tekad untuk berperan aktif dalam mitigasi perubahan iklim. Dari pembaruan SNDC, penguatan regulasi domestik, diplomasi karbon, hingga paviliun sebagai pusat kolaborasi global, semua ini menegaskan bahwa Indonesia hadir sebagai penggerak, bukan penonton.
Dengan strategi terukur dan kolaborasi internasional yang kuat, Indonesia menargetkan pencapaian emisi yang ambisius, membangun ekonomi hijau, serta memperkuat kredibilitas di pasar karbon global.
COP30 menjadi panggung bagi Indonesia untuk menunjukkan kepemimpinan dalam aksi iklim, sekaligus membuka peluang bagi pengembangan ekonomi berkelanjutan.
 
                    
 
             
                   
                   
                   
                   
                   
                  