Mendikdasmen

Mendikdasmen Serukan Cinta Bahasa Indonesia di Hari Sumpah Pemuda

Mendikdasmen Serukan Cinta Bahasa Indonesia di Hari Sumpah Pemuda
Mendikdasmen Serukan Cinta Bahasa Indonesia di Hari Sumpah Pemuda

JAKARTA - Bahasa Indonesia kembali menjadi sorotan dalam peringatan Hari Sumpah Pemuda tahun 2025. 

Bagi Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti, momentum bersejarah ini bukan sekadar perayaan tahunan, melainkan ajakan nyata untuk meneguhkan kebanggaan terhadap bahasa persatuan.

“Mari kita bersama-sama, khususnya generasi muda, untuk meningkatkan dan memperkuat semangat ke-Indonesiaan karena dengan semangat itu kita bisa bersama-sama menjadi Indonesia sebagaimana ditetapkan oleh para pendiri bangsa,” ujar Mu’ti.

Mu’ti menekankan bahwa bahasa Indonesia bukan hanya alat komunikasi, tetapi juga pemersatu bangsa yang memiliki nilai historis kuat sejak para pemuda mengikrarkan Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928. Bagi dia, momentum ini menjadi waktu yang tepat untuk memantapkan jati diri bangsa melalui bahasa.

Bahasa Indonesia, Pilar Identitas dan Kebanggaan Nasional

Dalam peringatan ke-97 Sumpah Pemuda tahun ini, Mu’ti mengajak seluruh masyarakat, terutama generasi muda, untuk kembali menumbuhkan rasa cinta dan bangga menggunakan bahasa Indonesia di setiap aspek kehidupan.

“Tentu sesuai dengan pesan Sumpah Pemuda, kita perlu memperkuat persatuan sebagai satu tanah air, Tanah Air Indonesia, kemudian satu bangsa, Bangsa Indonesia, dan menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia,” paparnya.

Ia menegaskan, bahasa Indonesia memiliki kekuatan besar dalam membentuk identitas nasional di tengah keberagaman. Di era digital yang sarat dengan pengaruh budaya global, menurutnya, bahasa Indonesia harus tetap menjadi penanda kebangsaan yang mempererat persatuan.

“Bahasa adalah bagian dari jati diri bangsa. Bila kita tidak menjaganya, maka identitas kita pun akan perlahan pudar,” kata Mu’ti dalam kesempatan yang sama.

Kebijakan Tiga Pilar Bahasa: Bangga, Mahir, dan Maju

Lebih jauh, Mendikdasmen menjelaskan bahwa pihaknya tengah mendorong kebijakan nasional yang berorientasi pada penguatan bahasa. Program tersebut mencakup tiga langkah utama: bangga, mahir, dan maju dengan bahasa Indonesia.

“Juga kebijakan Trigatra Bahasa, yakni kita utamakan bahasa Indonesia, kita lestarikan bahasa daerah, dan kita kuasai bahasa asing, dan tentu saja dengan Sumpah Pemuda ini, menjadi momen untuk memperkuat hal tersebut,” jelasnya.

Kebijakan itu, menurut Mu’ti, bertujuan untuk menumbuhkan keseimbangan antara pelestarian bahasa daerah dan penguasaan bahasa asing tanpa mengurangi kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa utama bangsa. 

Dengan demikian, generasi muda diharapkan tidak hanya bangga berbahasa Indonesia, tetapi juga mampu menggunakannya secara efektif di dunia global.

Momentum Sumpah Pemuda: Menyatukan Generasi, Menjaga Warisan

Setiap tanggal 28 Oktober, bangsa Indonesia memperingati Hari Sumpah Pemuda, momen penting yang menjadi tonggak persatuan generasi muda di masa pergerakan nasional. 

Melalui ikrar “Satu Nusa, Satu Bangsa, dan Satu Bahasa Indonesia”, para pemuda pada tahun 1928 telah menanamkan semangat kebersamaan yang terus hidup hingga kini.

Pada tahun 2025, peringatan ini memasuki usia ke-97 dengan mengusung tema “Pemuda Pemudi Bergerak, Indonesia Bersatu.” 

Tema tersebut menegaskan bahwa semangat persatuan tidak hanya menjadi romantisme sejarah, melainkan energi yang harus dihidupkan kembali oleh generasi sekarang.

Menurut Mu’ti, tantangan era modern tidak kalah besar dibanding masa perjuangan. Globalisasi, arus informasi, dan dominasi bahasa asing kerap membuat generasi muda lupa akan pentingnya bahasa nasional. 

Padahal, bahasa Indonesia adalah salah satu alat paling efektif untuk membangun rasa kebangsaan dan keindonesiaan di tengah kemajemukan.

Bahasa Sebagai Alat Pemersatu dan Penggerak Kemajuan

Bagi Mendikdasmen, bahasa Indonesia tidak hanya menjadi simbol persatuan, tetapi juga pendorong kemajuan. Ia menilai, di tengah perkembangan teknologi dan komunikasi, kemampuan berbahasa Indonesia yang baik harus menjadi dasar bagi peningkatan kualitas pendidikan dan literasi nasional.

“Bahasa Indonesia bisa menjadi kekuatan lunak bangsa (soft power) di dunia internasional, jika kita mampu menempatkannya sebagai bahasa yang hidup, dinamis, dan terbuka terhadap perubahan,” ujar Mu’ti.

Ia berharap agar institusi pendidikan, komunitas literasi, dan generasi muda menjadi pelopor dalam gerakan mencintai bahasa Indonesia. 

Menurutnya, upaya kecil seperti menulis, berbicara, dan berkreasi menggunakan bahasa Indonesia di ruang digital dapat memperkuat posisi bahasa ini di tingkat global.

Warisan Para Pendiri Bangsa untuk Generasi Masa Kini

Abdul Mu’ti juga mengingatkan bahwa bahasa Indonesia lahir dari semangat gotong royong dan persatuan para pemuda lintas daerah, suku, dan bahasa. 

Semangat itu perlu dijaga dan diwariskan kepada generasi muda agar mereka menyadari bahwa bahasa bukan sekadar alat bicara, melainkan lambang kedaulatan bangsa.

“Bahasa Indonesia adalah hasil perjuangan kolektif. Ia bukan bahasa yang tumbuh begitu saja, tetapi hasil kesepakatan bersama untuk menyatukan bangsa yang beragam,” ujarnya.

Dalam pandangannya, memperkuat penggunaan bahasa Indonesia juga berarti memperkuat karakter kebangsaan. 

Dengan bahasa yang sama, rakyat Indonesia dapat berpikir dan bergerak menuju cita-cita yang sama: mewujudkan bangsa yang maju, berdaulat, dan berdaya saing.

Sumpah Pemuda 2025: Menggerakkan Semangat, Menghidupkan Bahasa

Peringatan Sumpah Pemuda ke-97 bukan hanya mengenang masa lalu, tetapi juga ajakan untuk menatap masa depan dengan semangat baru. 

Melalui tema “Pemuda Pemudi Bergerak, Indonesia Bersatu”, pemerintah ingin menegaskan bahwa perubahan bangsa selalu dimulai dari langkah para pemuda, dan bahasa Indonesia menjadi jembatan yang menyatukan langkah itu.

Sebagaimana disampaikan Mendikdasmen Abdul Mu’ti, Sumpah Pemuda adalah pengingat bahwa bahasa, bangsa, dan tanah air tidak bisa dipisahkan. 

Dengan menjaga bahasa Indonesia, kita menjaga persatuan dan keberlanjutan nilai-nilai kebangsaan yang diwariskan para pendiri republik.

“Bangga berbahasa Indonesia bukan hanya slogan, tetapi tanggung jawab kita semua sebagai warga bangsa,” tutup Mu’ti.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index