JAKARTA - Dalam suasana dunia yang semakin bergejolak dan penuh ketegangan geopolitik, Presiden RI Prabowo Subianto menyerukan agar ASEAN tetap bersatu dan berpegang pada prinsip sentralitas.
Seruan tersebut disampaikan Presiden Prabowo dalam sesi retret Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-47 ASEAN yang berlangsung di Kuala Lumpur, Malaysia.
Dalam forum tertutup yang mempertemukan para pemimpin Asia Tenggara itu, Prabowo menyoroti ancaman serius terhadap tatanan global yang mulai kehilangan keseimbangan.
Ia menekankan bahwa di tengah ketidakpastian dan meningkatnya rivalitas antarnegara besar, ASEAN harus tampil sebagai kekuatan yang solid dan mampu menjadi jangkar stabilitas di kawasan.
“Dunia saat ini terpecah belah. Persaingan semakin tajam. Kepercayaan memudar. Dan tatanan global kehilangan keseimbangan. Dalam lingkungan seperti ini, ASEAN harus tetap bersatu. Persatuan dan sentralitas bukan sekadar kata-kata kunci.
Tanpanya, kita berisiko dipecah belah oleh kekuatan-kekuatan yang lebih besar,” tegas Presiden Prabowo dalam pernyataannya yang diterima di Jakarta, Senin.
Meneguhkan Sentralitas ASEAN di Tengah Rivalitas Global
Presiden Prabowo menekankan bahwa kekuatan utama ASEAN tidak terletak pada konfrontasi atau kekuatan militer, melainkan pada kemampuan membangun kerja sama yang konstruktif dan inklusif antarnegara di kawasan.
Dalam pandangannya, pendekatan dialog dan kolaborasi adalah kunci yang membuat ASEAN mampu bertahan dari berbagai krisis dan konflik selama beberapa dekade terakhir.
“Itulah cara ASEAN, dipandu oleh dialog, kesabaran, dan saling menghormati. Melalui pendekatan inilah kita telah mengatasi tantangan di masa lalu dan melalui semangat yang sama kita harus terus bergerak maju,” ujar Prabowo menegaskan.
Pernyataan ini sekaligus mempertegas posisi Indonesia yang selama ini memegang peranan penting dalam menjaga sentralitas ASEAN di tengah tekanan rivalitas Amerika Serikat dan Tiongkok di kawasan Indo-Pasifik.
Prabowo menilai bahwa kebersamaan dan solidaritas antarnegara anggota ASEAN merupakan satu-satunya cara untuk mempertahankan kedaulatan kawasan dari pengaruh eksternal. Dengan cara itu pula, ASEAN dapat terus menjadi kawasan damai, stabil, dan sejahtera tanpa harus berpihak pada kekuatan manapun.
Suara Bersama ASEAN untuk Keamanan Maritim
Dalam kesempatan yang sama, Presiden Prabowo juga menyoroti isu keamanan maritim, khususnya di kawasan Laut Cina Selatan yang kerap menjadi sumber ketegangan geopolitik.
Ia menegaskan bahwa ASEAN perlu bersuara secara kolektif dan menegakkan prinsip hukum laut internasional yang telah diakui secara global.
“ASEAN harus terus bersuara satu untuk menegakkan UNCLOS 1982, serta mengupayakan penyelesaian awal kode etik yang efektif dan substantif tahun depan,” tutur Prabowo.
Pernyataan tersebut memperkuat komitmen Indonesia terhadap United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982 sebagai dasar utama dalam menyelesaikan sengketa perairan antarnegara.
Prabowo menilai bahwa stabilitas maritim di kawasan akan sangat menentukan masa depan ekonomi dan keamanan ASEAN. Oleh karena itu, kerja sama konkret antarnegara diperlukan agar prinsip kebebasan navigasi dan penghormatan terhadap hukum internasional dapat ditegakkan bersama.
ASEAN Sebagai Pilar Perdamaian dan Kemandirian Kawasan
Dalam pidatonya yang sarat makna diplomatik tersebut, Presiden Prabowo juga menekankan pentingnya ASEAN menjaga kemandirian strategis di tengah tarik-menarik kepentingan global.
Menurutnya, ASEAN tidak boleh terjebak dalam rivalitas negara-negara besar, melainkan harus tampil sebagai kekuatan yang mampu menjembatani berbagai kepentingan dengan semangat netral dan damai.
Ia menilai bahwa sejarah panjang ASEAN sebagai kawasan yang mengedepankan dialog dan konsensus menjadi warisan penting yang harus dijaga. Prinsip ini, lanjutnya, telah terbukti membawa kawasan Asia Tenggara menjadi salah satu kawasan paling stabil di dunia.
“Kekuatan ASEAN tidak berada pada konfrontasi, tetapi pada kemampuannya membangun keterlibatan yang konstruktif dan inklusif,” ujar Presiden Prabowo.
Bagi Prabowo, diplomasi yang berbasis dialog dan kesetaraan menjadi wujud nyata dari semangat Sumpah ASEAN yang menjunjung tinggi perdamaian, keadilan, dan kerja sama antarbangsa.
Seruan untuk Solidaritas dan Kredibilitas Kawasan
Menutup pernyataannya di sesi retret KTT ke-47 ASEAN, Presiden Prabowo kembali menyerukan solidaritas ASEAN dalam menghadapi berbagai tantangan global.
Ia mengingatkan bahwa persatuan bukan hanya sekadar simbol, melainkan pondasi untuk menjaga kredibilitas dan kekuatan diplomatik kawasan.
“Jika kita terpecah belah, kita kehilangan kredibilitas. Jika kita bersatu, kita tidak bisa diabaikan. Indonesia siap menapaki jalan ini bersama demi perdamaian, demi kesejahteraan, demi rakyat kita,” tegasnya.
Pesan ini sekaligus menegaskan arah kebijakan luar negeri Indonesia di bawah kepemimpinannya: memperkuat peran ASEAN sebagai poros perdamaian dan kerja sama global.
Prabowo menilai, ketika dunia dihadapkan pada perpecahan dan polarisasi ideologis, justru di situlah ASEAN perlu menunjukkan keteladanan sebagai kawasan yang solid, berdaulat, dan berorientasi pada kepentingan rakyatnya.
Menatap Masa Depan ASEAN yang Lebih Kuat
KTT ASEAN ke-47 di Kuala Lumpur menjadi momentum penting bagi Prabowo Subianto dalam menunjukkan kepemimpinan diplomatik Indonesia di kawasan.
Pidatonya merefleksikan pandangan strategis bahwa kekuatan ASEAN tidak akan datang dari dominasi satu negara, melainkan dari kolaborasi, kebersamaan, dan kepercayaan antaranggota.
Dengan semangat tersebut, Indonesia mengajak seluruh negara ASEAN untuk bersama-sama menapaki jalan menuju masa depan yang damai, stabil, dan inklusif, di mana kepentingan rakyat di setiap negara menjadi prioritas utama.
Seruan Prabowo bukan hanya panggilan untuk bersatu, melainkan juga pengingat bahwa dalam dunia yang kian terpecah, ASEAN harus menjadi teladan solidaritas dan kemandirian kawasan.