PLTS Komunal Balikukup Jadi Teladan Energi Bersih Mandiri Nasional

Sabtu, 08 November 2025 | 13:30:15 WIB
PLTS Komunal Balikukup Jadi Teladan Energi Bersih Mandiri Nasional

JAKARTA - Dari sebuah kampung kecil di pesisir selatan Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, muncul cerita tentang kemandirian energi yang menginspirasi banyak daerah lain di Indonesia.

Kampung Balikukup kini dikenal sebagai contoh sukses pengelolaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Komunal yang dikelola masyarakat secara mandiri dan berkelanjutan.

Keberhasilan itu tidak hanya menghadirkan listrik bagi ratusan rumah warga, tetapi juga mengantarkan Balikukup meraih Subroto Award 2025 kategori Pengelolaan PLTS Komunal Terbaik.

Penghargaan bergengsi yang diserahkan langsung oleh Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, kepada Kepala Kampung Balikukup, Bahtiar, di Jakarta pada akhir Oktober lalu, menjadi bukti nyata bahwa energi bersih bisa dikelola secara mandiri di tingkat kampung.

Sejak PLTS Komunal berkapasitas 100 kilowatt-peak (kWp) itu beroperasi pada tahun 2018, lebih dari tiga ratus warga Balikukup menikmati cahaya listrik yang stabil tanpa harus bergantung pada bahan bakar fosil.

Dari Bantuan Pemerintah Hingga Swadaya Masyarakat

Ketua Pengurus PLTS Balikukup, Lahumadi, mengenang awal mula pembangunan fasilitas tersebut.

“PLTS Komunal ini merupakan bantuan dari Kementerian ESDM pada tahun 2017. Berdiri di atas lahan sekitar 100x50 meter dengan 402 panel tenaga surya,” jelasnya.

Awalnya, proyek ini dikelola pemerintah kabupaten sebelum kemudian dihibahkan ke pemerintah kampung pada tahun 2022. Sejak itu, pengelolaan dilakukan langsung oleh masyarakat lokal dengan sistem gotong royong.

“Sejak awal dibangun, pengelolaan PLTS ini diberikan pada pemerintah kampung. Ada tiga orang yang bekerja bersama saya untuk memastikan PLTS berfungsi sebagaimana mestinya,” kata Lahumadi.

Dengan daya 100 kWp, PLTS tersebut semula mampu melayani 333 pelanggan, masing-masing menerima pasokan 600 watt dengan iuran Rp 40 ribu per bulan.
Namun, tak lama setelah beroperasi, Balikukup harus menghadapi ujian berat.

Dihantam Angin Puting Beliung, Tak Menyerah Bangkit

Pada tahun 2018, angin puting beliung melanda kampung itu dan merusak 46 panel surya. Akibatnya, kapasitas listrik harus dikurangi menjadi 400 watt per pelanggan, dan iuran pelanggan pun diturunkan menjadi Rp 30 ribu.

Meski begitu, warga tidak menyerah. Mereka perlahan memperbaiki fasilitas yang rusak dan menambah panel surya secara bertahap melalui iuran pelanggan.

“Seiring berjalannya waktu dan berubahnya status PLTS menjadi milik pemerintah kampung, pembelian panel surya dan peralatan lainnya bisa dilakukan secara mandiri,” tutur Lahumadi.

Hasilnya kini terlihat jelas. Kapasitas daya PLTS Balikukup kembali meningkat, bahkan kini melayani 386 pelanggan dengan pasokan rata-rata 500 watt per rumah.
Energi tersebut digunakan warga untuk kebutuhan harian seperti penerangan, pompa air, dan televisi.

Sistem Token dan Bantuan untuk Warga Tidak Mampu

Pengoperasian listrik di Balikukup juga telah menerapkan sistem token seperti listrik konvensional. Setiap pelanggan menerima pasokan listrik antara pukul 18.00 hingga 06.00 Wita, menyesuaikan kebutuhan malam hari warga pesisir.

“Di awal-awal banyak yang kehabisan pada dini hari. Tapi sekarang sudah paham semua cara mengatur pemakaian,” ujar Lahumadi sambil tersenyum.

Menariknya, ada kebijakan sosial yang dijalankan pengurus PLTS: tiga pelanggan mendapat listrik gratis karena tergolong warga tidak mampu.
“Awalnya ada lima orang, tapi sekarang tinggal tiga karena dua lainnya sudah meninggal,” jelasnya.

Inisiatif ini memperlihatkan bahwa pengelolaan energi bersih di Balikukup tidak hanya menyoal kemandirian teknis, tetapi juga solidaritas sosial antarwarga.

Tambah Panel, Tambah Harapan

Berkat kedisiplinan iuran, tahun ini pengurus PLTS berhasil membeli 24 panel surya baru untuk menambah kapasitas listrik.

“Pembelian panel surya itu merupakan hasil dari iuran pelanggan. Sejak 2017, kami sudah tiga kali menambah panel satu kali dari dana kampung, dua kali dari hasil iuran masyarakat,” terang Lahumadi.

Jika panel tambahan telah terpasang, total kapasitas akan meningkat menjadi 106 kWp. Selain itu, kini PLTS Balikukup juga memiliki 75 baterai berkapasitas 4.800 watt per unit, yang memastikan pasokan listrik tetap stabil sepanjang malam.

Meski capaian itu sudah membanggakan, Lahumadi masih punya harapan besar.

“Ke depan, kami ingin kapasitas PLTS mencapai 150 kWp agar manfaatnya semakin luas dan bisa menyerap energi matahari lebih optimal,” ujarnya penuh semangat.

Apresiasi dari Pemerintah dan Pengakuan Nasional

Kepala Kampung Balikukup, Bahtiar, menyampaikan rasa syukur atas penghargaan yang diterima. Ia menyebut keberhasilan itu sebagai hasil kerja keras seluruh warga yang menjaga fasilitas dengan rasa memiliki.

“Penghargaan ini adalah hasil kerja keras dan kebersamaan seluruh masyarakat. Saya berterima kasih kepada pengurus PLTS, warga, dan semua pihak yang telah mendukung pengelolaan energi bersih di kampung kita,” kata Bahtiar.

Lokasi Balikukup yang berada di pulau pesisir selatan Berau membuat tantangan akses energi begitu besar. Karena itu, keberhasilan mengelola PLTS secara mandiri menjadi capaian luar biasa bagi kampung terpencil tersebut.

Apresiasi juga datang dari Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Kampung (DPMK) Berau, Tenteram Rahayu.

“Penghargaan ini menjadi bukti nyata keberhasilan masyarakat kampung dalam mengelola bantuan pemerintah pusat secara berkelanjutan dan mandiri,” ujarnya.

Tenteram menambahkan, keberhasilan Balikukup juga membawa kebanggaan bagi Kabupaten Berau yang kembali menorehkan prestasi di tingkat nasional.
Penetapan kampung itu sebagai pemenang pertama tercantum dalam SK Direktur Perencanaan dan Pembangunan Infrastruktur EBTKE Kementerian ESDM Nomor 62.K/EK.08/DEI/2025.

Pada kategori yang sama, Desa Batu Bingkung (Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan) meraih posisi kedua, dan Desa Lengora Pantai (Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara) berada di posisi ketiga.

“Ini kebanggaan bagi masyarakat Berau, karena dari banyak peserta di seluruh Indonesia, salah satu kampung kita mampu menjadi yang terbaik,” tutup Tenteram.

Kisah Balikukup membuktikan bahwa energi terbarukan bukan hanya proyek pemerintah, tetapi bisa menjadi gerakan masyarakat untuk hidup mandiri dan berkelanjutan.

Dari sebuah kampung pesisir yang jauh dari kota, cahaya matahari kini menjadi simbol harapan baru bahwa kemandirian energi dapat dimulai dari desa.

Terkini