Tips Psikolog: Jadi Teman Curhat Baik tanpa Mengorbankan Mental

Kamis, 16 Oktober 2025 | 15:03:40 WIB
Tips Psikolog: Jadi Teman Curhat Baik tanpa Mengorbankan Mental

JAKARTA - Menjadi teman curhat yang baik sering dianggap sebagai tugas mulia, karena kita dipercaya untuk mendengarkan masalah dan beban hidup seseorang.

 Namun, peran ini tidak semudah yang dibayangkan. Menjadi pendengar setia tanpa menjaga kesehatan mental diri sendiri justru dapat berakibat buruk bagi kita. 

Psikolog klinis sekaligus co-founder platform konseling KALM, Karina Negara, M.Psi., menekankan bahwa menjaga batasan kapasitas mental adalah hal utama agar bisa tetap sehat dan memberikan dukungan yang maksimal.

Dalam talkshow bertajuk “Beauty That Moves” yang diselenggarakan oleh L’Oreal Indonesia, Karina membagikan pandangannya tentang bagaimana cara menjadi teman curhat yang baik sambil tetap menjaga kesehatan mental agar tidak terpengaruh oleh masalah yang dihadapi teman.

Kenali Kapasitas Mental Diri Sendiri

Karina mengingatkan bahwa setiap orang memiliki kapasitas mental yang berbeda-beda, dan kapasitas ini juga bisa berubah-ubah tergantung kondisi fisik dan emosi pada saat itu. “Kenali batasan kapasitasmu,” ujar Karina. Ia mencontohkan pengalamannya sendiri yang sudah memiliki jadwal konseling pada pagi hari, namun harus membatalkan sesi berikutnya ketika merasa sedang sedih karena menerima kabar duka.

Karina berkata, “Kalau aku paksa konseling padahal lagi sedih, lagi enggak oke, malah konselingnya bakal enggak bagus.” 

Hal ini penting untuk dipahami oleh siapa pun yang ingin menjadi tempat curhat. Jika kondisi mental sedang tidak fit, mendengarkan masalah orang lain malah bisa menambah beban dan mengganggu kualitas dukungan yang diberikan.

Jangan Ragu Mengatur Waktu dan Batasan

Sering kali, seseorang meminta untuk curhat pada waktu yang tidak tepat bagi kita. Karina menyarankan agar jangan takut menolak atau menunda menjadi pendengar jika memang kondisi belum memungkinkan. 

“Kita bisa bilang, ‘Kalau sekarang lagi enggak bisa, nanti malam atau besok bagaimana? Akhir pekan ini jadwalin buat duduk bareng gimana? Supaya gue bisa dengerin lo lebih baik’,” jelas Karina.

Pendekatan ini tidak hanya menjaga kesehatan mental diri sendiri, tetapi juga memberi sinyal pada teman bahwa mereka tetap penting dan didengarkan dengan sepenuh hati, hanya saja di waktu yang lebih tepat. Dengan begitu, teman yang curhat juga akan mendapatkan perhatian dan dukungan yang lebih optimal.

Memahami Ketakutan untuk Menolak Teman Curhat

Banyak orang takut menolak permintaan teman untuk curhat karena khawatir akan membuat hubungan retak atau membuat teman semakin stres. Padahal, menolak sementara tidak berarti menutup pintu sepenuhnya. 

Karina mengatakan, “Kamu tidak perlu takut untuk menolak ajakan menjadi teman curhat saat itu. Kamu juga tidak perlu khawatir penolakanmu saat itu bakal membuat mereka menjadi stres atau tidak.”

Penolakan ini justru bentuk perlindungan agar kita tetap sehat secara mental sehingga bisa terus memberikan dukungan dalam jangka panjang. Jika terlalu sering memaksakan diri, kita bisa merasa kelelahan emosional dan akhirnya tidak mampu membantu teman sama sekali.

Ketika Mendengarkan Menjadi Berat: Cari Dukungan Profesional

Ada kalanya cerita yang dibagikan teman sangat berat, seperti masalah trauma, depresi, atau kejadian yang mengancam keselamatan. Dalam situasi seperti ini, Karina menekankan pentingnya menyadari bahwa sebagai teman curhat, kita bukanlah profesional yang mampu menangani semua masalah tersebut secara tuntas.

“Kalau memang terdengar genting atau mengerikan dan kita menjadi kasihan, kita harus keluar dari rutinitas, dan itu enggak apa-apa,” katanya. Ini artinya, jangan ragu untuk mengarahkan teman untuk mencari bantuan profesional seperti psikolog atau konselor, terutama bila masalahnya serius.

Kesehatan Mental Pendengar Tentukan Kualitas Dukungan

Karina membagikan bahwa menjaga kesehatan mental diri sendiri bukan hanya untuk kepentingan pribadi, tapi juga memengaruhi seberapa baik kita bisa mendukung teman. Jika kita dalam kondisi stress, kelelahan, atau mood yang buruk, kualitas perhatian dan empati kita bisa menurun.

Misalnya, saat kita merasa tertekan, mendengar masalah orang lain malah bisa membuat kita merasa kewalahan atau kehilangan fokus. Dengan demikian, mengenali kapan waktu yang tepat untuk menjadi teman curhat sangat penting agar percakapan berjalan positif dan menyehatkan bagi kedua belah pihak.

Tips Praktis Menjadi Teman Curhat yang Baik dan Sehat

Berikut ini beberapa tips yang bisa diambil dari pemaparan Karina untuk menjadi teman curhat yang baik tanpa mengorbankan kesehatan mental:

Cek kondisi diri dulu sebelum setuju menjadi pendengar. Apakah kamu sedang punya energi dan mood yang cukup? Jika tidak, jangan sungkan untuk menunda.

Buat jadwal curhat jika perlu. Dengan menyepakati waktu tertentu, kamu bisa mempersiapkan diri dan lebih fokus saat teman mulai bercerita.

Jujur dengan teman tentang batasan yang kamu punya. Misalnya, “Aku ingin banget denger cerita kamu, tapi aku butuh waktu 30 menit sekarang dan selebihnya kita lanjut nanti ya.”

Ajak teman untuk mencari bantuan profesional bila masalahnya berat. Ingatkan bahwa kamu hadir sebagai teman, bukan pengganti terapis.

Jaga komunikasi dua arah. Dengarkan dengan empati, tapi juga beri ruang bagi dirimu untuk mengungkapkan perasaan jika perlu.

Sehatkan Diri agar Bisa Sehatkan Teman

Menjadi teman curhat memang mulia, tetapi bukan berarti harus mengorbankan kesehatan mental sendiri. Seperti pesan dari psikolog Karina Negara, “Kenali batasan kapasitasmu.” Jujur pada diri sendiri dan teman adalah kunci agar hubungan dan kesehatan mental keduanya tetap terjaga.

Dengan mengenali waktu yang tepat, berkomunikasi terbuka, dan tidak takut menolak sementara waktu, kamu bisa menjadi tempat curhat yang baik sekaligus menjaga keseimbangan mental. 

Jangan lupa, kadang membantu orang lain juga berarti merawat diri sendiri terlebih dahulu agar bisa terus hadir dalam hidup mereka.

Terkini