JAKARTA - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menegaskan pentingnya peran Badan Pusat Statistik (BPS) sebagai dasar dalam penyusunan seluruh kebijakan energi nasional.
Ia menyatakan bahwa setiap keputusan di sektor energi harus berlandaskan data yang kredibel, objektif, dan terukur dari lembaga statistik nasional tersebut.
Penegasan itu disampaikan Bahlil saat penandatanganan nota kesepahaman antara Kementerian ESDM dan BPS di Jakarta.
Kerja sama ini merupakan tindak lanjut dari kolaborasi sebelumnya yang dinilai berhasil memperkuat sinkronisasi data antara kedua institusi dalam mendukung pembangunan sektor energi nasional.
Fondasi Pembangunan Berbasis Data Akurat
Menurut Bahlil, keberhasilan perencanaan dan pengelolaan sumber daya alam negara sangat bergantung pada kualitas data yang disajikan oleh BPS.
Ia menilai bahwa data akurat menjadi fondasi utama dalam pengambilan keputusan, termasuk untuk kebijakan di sektor migas, mineral, batubara, dan energi baru terbarukan (EBT).
“Data di negara Indonesia setelah Instruksi Presiden 2025, semua lembaga negara yang ditunjuk untuk satu data terkait perkembangan ekonomi dan subsidi itu adalah BPS. Peran BPS dalam menyiapkan data untuk bangsa dan negara tidak bisa diragukan lagi,” ujar Bahlil Lahadalia.
Pernyataan itu mempertegas keyakinannya bahwa pembangunan energi berkelanjutan harus bersandar pada data yang objektif dan terbuka bagi publik.
Dukungan Data untuk Program Kerakyatan
Bahlil juga menambahkan bahwa pemerintah tengah memperluas program kerakyatan melalui pemberian izin pengelolaan sumur migas kepada UMKM, koperasi, dan BUMD daerah.
Program ini dirancang agar pendapatan dari sumber daya alam tidak hanya berputar di tingkat pusat, tetapi juga langsung dinikmati masyarakat di daerah.
Langkah tersebut diharapkan mampu memperkuat ekonomi lokal sekaligus menciptakan lapangan kerja baru di sektor energi.
“Kami ingin agar rakyat turut merasakan hasil kekayaan sumber daya alam, bukan hanya menjadi penonton,” ujar Bahlil dalam kesempatan yang sama. Ia menekankan bahwa data BPS menjadi acuan penting untuk mengukur efektivitas kebijakan ini di lapangan.
Pencapaian Target Lifting Migas Nasional
Dalam kesempatan itu, Bahlil juga menyampaikan capaian signifikan terkait target lifting migas nasional untuk APBN 2025. Pemerintah menargetkan lifting sebesar 605 ribu barel per hari dan berhasil melampauinya dengan realisasi kumulatif rata-rata 607 ribu barel per hari hingga Oktober 2025.
Pencapaian tersebut, kata Bahlil, tidak lepas dari kerja sama dengan BPS dalam proses perhitungan dan pelaporan data produksi migas nasional.
“Lifting ini dihitung bersama BPS agar transparan dan dapat menjadi acuan bagi kebijakan pengelolaan sumber daya alam selanjutnya,” ujarnya.
Transparansi data dianggap menjadi jaminan bagi publik bahwa setiap angka dalam kebijakan ESDM dapat dipertanggungjawabkan.
Menuju Energi Bersih dan Ekonomi Berkelanjutan
Bahlil juga memaparkan langkah pemerintah yang tengah mempersiapkan konversi biodiesel dari B40 ke B50 pada semester II tahun 2026. Menurutnya, kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi impor solar, meningkatkan permintaan crude palm oil (CPO), serta memperluas kesempatan kerja di daerah penghasil sawit.
Perhitungan dampak ekonomi dari konversi tersebut turut melibatkan BPS agar kebijakan yang dijalankan benar-benar mencerminkan manfaat sosial dan ekonomi.
“Kami mohon BPS menyajikan data yang sebenar-benarnya. Kalau jelek bilang jelek, kalau bagus bilang bagus. Satu-satunya lembaga negara yang diperintahkan presiden untuk menghitung adalah BPS. Data ini menjadi dasar semua kebijakan ESDM,” tegas Bahlil.
Ia juga menekankan bahwa transparansi dan akurasi data merupakan kunci keberhasilan kebijakan energi di masa mendatang. Pemerintah, kata dia, ingin memastikan setiap langkah transformasi energi didukung oleh data yang valid agar manfaatnya dirasakan seluruh masyarakat.
Lebih lanjut, Bahlil menjelaskan bahwa konversi biodiesel ini tidak hanya berfokus pada efisiensi energi tetapi juga pada peningkatan kesejahteraan petani kelapa sawit.
Program tersebut diharapkan dapat menggerakkan ekonomi daerah secara signifikan, terutama di wilayah penghasil bahan baku energi terbarukan.
Selain itu, kebijakan ini menjadi bagian dari strategi nasional menuju net-zero emission dan transisi energi hijau. Pemerintah juga terus mendorong keterlibatan sektor swasta dan masyarakat untuk berperan aktif dalam memperkuat ketahanan energi nasional.
“Dengan dukungan data yang kuat dari BPS, kita bisa memastikan bahwa kebijakan energi bukan hanya soal target angka, tetapi tentang keseimbangan ekonomi, sosial, dan lingkungan,” ungkap Bahlil. I
Ia menyebut sinergi antara ESDM dan BPS akan terus ditingkatkan guna memastikan arah pembangunan energi tetap berada di jalur berkelanjutan.
Kolaborasi tersebut diharapkan menjadi contoh nyata bagaimana kebijakan publik harus dilandasi oleh data yang dapat diuji kebenarannya. Melalui kerja sama ini, Kementerian ESDM optimistis dapat memperkuat fondasi energi nasional yang mandiri, efisien, dan inklusif bagi seluruh lapisan masyarakat.
Bahlil menutup pernyataannya dengan menegaskan kembali pentingnya sinergi antarlembaga negara dalam mewujudkan kebijakan energi yang berpihak pada rakyat.
Ia menyebut BPS sebagai pilar utama dalam memastikan arah kebijakan energi nasional berjalan sesuai prinsip transparansi dan akuntabilitas.